Hidup ini bagaikan misteri.
Kita tak pernah tahu apa yang akan kita alami.
Semua kisah yang kita rasakan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan...
Nah, ... biasanya kita hanya bisa menerima tanpa mengukir hikmah yang akan kita peroleh.
Menulis adalah salah satunya. Seperti syair, kita bisa mengapresiasikan apa yang kita rasakan melalui syair...
Kita tak pernah tahu apa yang akan kita alami.
Semua kisah yang kita rasakan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan...
Nah, ... biasanya kita hanya bisa menerima tanpa mengukir hikmah yang akan kita peroleh.
Menulis adalah salah satunya. Seperti syair, kita bisa mengapresiasikan apa yang kita rasakan melalui syair...
Thomas Stearns Eliot
Thomas Stearns Eliot (1888-1965) lahir di St Louis, Missouri, dari sebuah keluarga tua di New England. Dia adalah lulusan Harvard dan melakukan pekerjaan lulus dalam filsafat di Sorbonne, Harvard, dan Merton College, Oxford. Ia menetap di Inggris, di mana ia selama beberapa waktu seorang kepala sekolah dan pegawai bank, dan akhirnya sastra editor untuk rumah penerbitan Faber & Faber, dimana ia kemudian menjadi seorang direktur. Ia mendirikan dan, selama tujuh belas tahun publikasi (1922-1939), mengedit eksklusif dan jurnal sastra berpengaruh Kriteria. Pada tahun 1927, Eliot menjadi warga negara Inggris dan waktu yang hampir bersamaan memasuki Gereja Anglikan.
Eliot telah menjadi salah satu inovator paling berani dari abad kedua puluh puisi. Jangan pernah berkompromi baik dengan masyarakat atau bahkan dengan bahasa sendiri, ia telah mengikuti keyakinannya bahwa puisi harus bertujuan pada sebuah representasi dari kompleksitas peradaban modern dalam bahasa dan representasi seperti itu selalu mengarah pada puisi sulit. Meskipun kesulitan ini pengaruhnya pada diksi puitis modern telah besar. Eliot's puisi dari Prufrock (1917) ke Kuartet Empat (1943) mencerminkan pengembangan penulis Kristen: pekerjaan awal, terutama The Waste Land (1922), pada dasarnya adalah negatif, ekspresi kengerian dari mana mencari yang lebih tinggi dunia muncul. Pada Rabu Abu (1930) dan Empat Kuartet dunia yang lebih tinggi ini menjadi lebih terlihat; tetap Eliot selalu dijaga untuk tidak menjadi «keagamaan penyair». dan sering diremehkan kekuatan puisi sebagai kekuatan keagamaan. Namun, drama Pembunuhan di Katedral (1935) dan The Family Reunion (1939) yang lebih terbuka permintaan maaf Kristen. Dalam esai, terutama yang kemudian, Eliot pendukung sebuah tradisionalisme dalam agama, masyarakat, dan sastra yang tampaknya bertentangan dengan kegiatan perintis sebagai penyair. Tapi meskipun Eliot dari Catatan terhadap Definisi Kebudayaan (1948) adalah seorang pria yang lebih tua daripada penyair dari The Waste Land, itu tidak boleh dilupakan bahwa untuk Eliot tradisi adalah organisme hidup yang terdiri dari masa lalu dan hadir dalam interaksi bersama konstan. Drama Eliot Pembunuhan di Katedral (1935), The Family Reunion (1939), The Cocktail Party (1949), The Confidential Clerk (1954), dan TheElderStatesman (1959) diterbitkan dalam satu volume pada tahun 1962; Collected Poems 1.909-62 muncul pada tahun 1963.
Dari Nobel Lectures, Literature 1901-1967, Editor Horst Frenz, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, 1969
Eliot telah menjadi salah satu inovator paling berani dari abad kedua puluh puisi. Jangan pernah berkompromi baik dengan masyarakat atau bahkan dengan bahasa sendiri, ia telah mengikuti keyakinannya bahwa puisi harus bertujuan pada sebuah representasi dari kompleksitas peradaban modern dalam bahasa dan representasi seperti itu selalu mengarah pada puisi sulit. Meskipun kesulitan ini pengaruhnya pada diksi puitis modern telah besar. Eliot's puisi dari Prufrock (1917) ke Kuartet Empat (1943) mencerminkan pengembangan penulis Kristen: pekerjaan awal, terutama The Waste Land (1922), pada dasarnya adalah negatif, ekspresi kengerian dari mana mencari yang lebih tinggi dunia muncul. Pada Rabu Abu (1930) dan Empat Kuartet dunia yang lebih tinggi ini menjadi lebih terlihat; tetap Eliot selalu dijaga untuk tidak menjadi «keagamaan penyair». dan sering diremehkan kekuatan puisi sebagai kekuatan keagamaan. Namun, drama Pembunuhan di Katedral (1935) dan The Family Reunion (1939) yang lebih terbuka permintaan maaf Kristen. Dalam esai, terutama yang kemudian, Eliot pendukung sebuah tradisionalisme dalam agama, masyarakat, dan sastra yang tampaknya bertentangan dengan kegiatan perintis sebagai penyair. Tapi meskipun Eliot dari Catatan terhadap Definisi Kebudayaan (1948) adalah seorang pria yang lebih tua daripada penyair dari The Waste Land, itu tidak boleh dilupakan bahwa untuk Eliot tradisi adalah organisme hidup yang terdiri dari masa lalu dan hadir dalam interaksi bersama konstan. Drama Eliot Pembunuhan di Katedral (1935), The Family Reunion (1939), The Cocktail Party (1949), The Confidential Clerk (1954), dan TheElderStatesman (1959) diterbitkan dalam satu volume pada tahun 1962; Collected Poems 1.909-62 muncul pada tahun 1963.
Dari Nobel Lectures, Literature 1901-1967, Editor Horst Frenz, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, 1969
Detik-detik Kesenjaan
Andai ku bisa melukis diatas awan
Mengindahkan apa yang kurasakan
Meluruskan kisah dalam perjalanan
Dan coba pahami semua yang terjadi
Berharap mereka dapat mengerti
Biru dan semua ketentraman
Ketenangan jiwa yang selalu hangat saat menghapus semua resah dihati...
Ku tatap indah alam dibalik jendela
Semua terbata, hanya bisa diam membisu
Tersenyum merdu saat air hujan menetes diurat daun yang selalu menunduk...
Kurasakan, sepertinya merekapun ikut merasakan
Detik demi detik langit berganti wajah...
Awan berganti warna..
Jingga menutup masa dan terlelap diujung hari...
Perlahan tergoyahkan...
Sang penikmat senja mulai berdatangan...
Selimut jiwa ... walau dingin alirkan kehangatan...
Terasa damai, tenang ... kehidupan yang kian terasa indah ... terlepas dari semua yang mengganggu pikiran ... ringan dijiwa, ringan diasa...
Esok tak bisa diterawang ... masih tertutup dibalik malam ... sesuatu yang baru akan terjadi...
Mengindahkan apa yang kurasakan
Meluruskan kisah dalam perjalanan
Dan coba pahami semua yang terjadi
Berharap mereka dapat mengerti
Biru dan semua ketentraman
Ketenangan jiwa yang selalu hangat saat menghapus semua resah dihati...
Ku tatap indah alam dibalik jendela
Semua terbata, hanya bisa diam membisu
Tersenyum merdu saat air hujan menetes diurat daun yang selalu menunduk...
Kurasakan, sepertinya merekapun ikut merasakan
Detik demi detik langit berganti wajah...
Awan berganti warna..
Jingga menutup masa dan terlelap diujung hari...
Perlahan tergoyahkan...
Sang penikmat senja mulai berdatangan...
Selimut jiwa ... walau dingin alirkan kehangatan...
Terasa damai, tenang ... kehidupan yang kian terasa indah ... terlepas dari semua yang mengganggu pikiran ... ringan dijiwa, ringan diasa...
Esok tak bisa diterawang ... masih tertutup dibalik malam ... sesuatu yang baru akan terjadi...
Biru Laut
Sang Penyair...
Summary:FeRel
Aku membangun surga kecil dalam diriku
Dengan pori-pori menyiramkan lembaran cahaya, menari elok
Dan dewa-dewa penjaga taman, memimpin burung-burung membelajarkan nyanyian
Aku seperti ratu kerajaan langit, memindah kekuasaan
Kutuliskan puisi di kulit bebatuan
Kulantunkan lagu menggantung di riuh angin
Kulemparkan kisah diatas padang gelagah
Lalu aku terlelap di sebatang rumput ilalang, berteman sayap kupu-kupu
Menggantung dalam deretan anggrek, tak siapapun mengusik mimpiku
Hingga malam menjemput usai
Paginya, aku berdoa bersama burung-burung surga
Kuambil tubuhku kembali, menatanya ke dalam diriku
Menjelma cerita yang tak pernah tenggelam
Merangkum puisi turun dari ranting yang bergelantungan
Dari segugus perjalanan, persembahan siang dan malam
Bagian sederhana pada musim hujan, juga kemarau
Yang membangun surga kecil dalam diriku
Sang Penyair... Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/books/1808087-sang-penyair/
Summary:FeRel
Aku membangun surga kecil dalam diriku
Dengan pori-pori menyiramkan lembaran cahaya, menari elok
Dan dewa-dewa penjaga taman, memimpin burung-burung membelajarkan nyanyian
Aku seperti ratu kerajaan langit, memindah kekuasaan
Kutuliskan puisi di kulit bebatuan
Kulantunkan lagu menggantung di riuh angin
Kulemparkan kisah diatas padang gelagah
Lalu aku terlelap di sebatang rumput ilalang, berteman sayap kupu-kupu
Menggantung dalam deretan anggrek, tak siapapun mengusik mimpiku
Hingga malam menjemput usai
Paginya, aku berdoa bersama burung-burung surga
Kuambil tubuhku kembali, menatanya ke dalam diriku
Menjelma cerita yang tak pernah tenggelam
Merangkum puisi turun dari ranting yang bergelantungan
Dari segugus perjalanan, persembahan siang dan malam
Bagian sederhana pada musim hujan, juga kemarau
Yang membangun surga kecil dalam diriku
Sang Penyair... Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/books/1808087-sang-penyair/
Hati YANG SUCI ( Kumpulan-Kumpulan Puisi Dalam Keindahan Alam)
Summary:PERMATAHATI
GUNUNG YANG TELAH LAMA GERSANG
Aku dulu dilahirkan dalam alam yang permai
Dibuai dalam lindungan alam yang indah
Yang selalu mengingatkan aku pada belaian pertiwi
Selalu bersenandung rindu dalam dekapan alam
Semua kini telah hilang dalam pandangan
Entah kemana dan menjadi apa alam yang ku kenang dulu
Bagai ditelan dalam rakusnya manusia jahanam
Yang tiada belas kasihan dalam hidupnya
Selalu terasa pedih di hati ini
Tersayat sembilu dalam jiwa-jiwa yang kerdil
Terluka dan terobek sampai ke dalam sanubari
Tiada berbekas akan sakitnya hati
Kemana kan kucari lagi
Indahnya alam yang telah melahirkanku
Kemana aku mengadu untuk kembalinya lam permaiku
Semua telah gersang tanpa kendali dan manusia tinggal menuai bencana
Kutunggu manusia-manusia baru untuk berkarya
Tiada akal yang bisa menggapai
Entah kapan akan kembali
Gunung dan lembah yang kembali bersemi lagi
Hati YANG SUCI ( Kumpulan-Kumpulan Puisi Dalam Keindahan Alam) Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1953510-hati-yang-suci-kumpulan-kumpulan/
Summary:PERMATAHATI
GUNUNG YANG TELAH LAMA GERSANG
Aku dulu dilahirkan dalam alam yang permai
Dibuai dalam lindungan alam yang indah
Yang selalu mengingatkan aku pada belaian pertiwi
Selalu bersenandung rindu dalam dekapan alam
Semua kini telah hilang dalam pandangan
Entah kemana dan menjadi apa alam yang ku kenang dulu
Bagai ditelan dalam rakusnya manusia jahanam
Yang tiada belas kasihan dalam hidupnya
Selalu terasa pedih di hati ini
Tersayat sembilu dalam jiwa-jiwa yang kerdil
Terluka dan terobek sampai ke dalam sanubari
Tiada berbekas akan sakitnya hati
Kemana kan kucari lagi
Indahnya alam yang telah melahirkanku
Kemana aku mengadu untuk kembalinya lam permaiku
Semua telah gersang tanpa kendali dan manusia tinggal menuai bencana
Kutunggu manusia-manusia baru untuk berkarya
Tiada akal yang bisa menggapai
Entah kapan akan kembali
Gunung dan lembah yang kembali bersemi lagi
Hati YANG SUCI ( Kumpulan-Kumpulan Puisi Dalam Keindahan Alam) Originally published in Shvoong: http://id.shvoong.com/social-sciences/1953510-hati-yang-suci-kumpulan-kumpulan/